Total Tayangan Halaman

Kamis, 02 Desember 2010

Desa One Waara, PINTU GERBANG BUTON TENGAH


Pelabuhan Feri Wamengkoli, yang menajdi cakupan Desa One Waara,
One Waara, baru seumur jagung. Namun peranan desa ini dalam denyut nadi pembangunan di Kabupaten Buton  tak bisa dipandang sebelah mata. Sebagai pintu gerbang Kabupaten Buton Bagian Tengah, One Waara terus membangun citra. Sarana infrastruktur terus dibangun. Desa ini juga memiliki panorama pantai serta kekayaan lautnya yang cukup melimpah. Pelabuhan Feri ada di desa ini. Bahkan pelabuhan container yang dibangun di Desa penghasil rumput laut ini tengah didesain

Untuk memasuki kawasan Kabupaten Buton bagian Tengah (Gulamas – Gu, Lakudo, Mawasangka, Mawasangka Tengah, Mawasangka Timur, Sangia Wambulu, kita harus melewati Desa One Waara. Baik dari Kota Bau-Bau maupun dari Kabupaten Muna, termasuk jalur menuju Bombana, haruslah melewati Desa One Waara. Desa yang terletak di jazirah paling selatan Pulau Muna merupakan kaawasan pelabuhan yang menghubungkan Pulau Buton dan Pulau Muna. Tidaklah mengherankan desa ini selalu dilewati kendaraan dari berbagai jenis setiap harinya.
Ramainya jalur transportasi melewati Desa One Waara tersebut berimplikasi pada sector jasa yang dapat mendongkrak tingkat pendapatan masyarakat desa tersebut.
Desa One Waara merupakan desa pemekaran dari Desa tetangganya, Waara, 4 Juli 2006 lalu. Saat itulah Desa One Waara dengan sejumlah sarana yang telah mulai bergeliat, mensejajarkan diri dengan desa-desa yang lainnya di Kabupaten Buton.
Desa One Waara memiliki pelabuhan Feri yang merupakan salah satu rute ‘gemuk’ di antara pelabuhan feri yang ada di bawah naungan SADP Buton seperti jalur Tampo (Muna) – Torobulu (Konsel),Kendari - Langara (Wawonii). Tidak kurang 12 kali dalam setiap harinya angkutan milik SADP tersebut bolak-balik menngkut penumpang. Setiap harinya ratusan kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat harus antri untuk menungu giliran untuk diseberangkan. Bukan hanya itu, One Waara juga memiliki pelabuhan tradisonal yang diperuntukan buat speed boat dalam mengantar penumpang. Pelabuhan tersebut berdampingan dengan pelabuhan Feri. Sehingga untuk mengunjungi desa ini jika terlambat feri bisa menggunakan angkutan speed boat tersebut. 

Arus Penumpang ketika memasuki Feri penyeberangan Wamengkoli
Tarifnya pun dapat terjangkau. Bahkan bagi penumpang yang ‘diburu waktu’ kerap menggunakan jasa angkutan milik ‘rakyat’ tersebut. Untuk menempuh desa ini dengan speed boat itu membutuhkan waktu sekitar 10 hingga 15 menit dari pelabuhan speed boat Jembatan batu.“Setiap harinya speead boat di sini dapat melayani sekitar 35 rute, dan omzet yang dihasilkan sekitar Rp 3,5 juta. Setiap rute dapat menghasilkan sekitar Rp 100 ribu sebab penumpang setiap rute dibatasi 20 orang. Setiap orang dikenakan tarif Rp 5 ribu. Dari pemasukan speed boat itu kami menarik Rp 1.000 untuk kas desa,” kata salah seorang penarik retribusi Spead boat, Pelabuhan Wamengkoli, One Waara, Ali Wora.


Para pemilik angkutan ini tutur Ali Wora juga paling peduli dengan pendidikan. “Bayangkan saja setiap anak sekolah yang menyeberang sepanjang mengenakan pakaian seragam atau diketahui bahwa dia adalah anak sekolah, warga Desa One Waara pada setiap hari aktif sekolah, mereka tidak dikenakan bayaran.
Laki-laki separuh baya ini, sangat semangat ketika membicarakan soal pendidikan. “Di desa One Waara ini, warganya banyak yang berpendidikan tinggi. Bahkan ada yang belajar sampai di Mesir dengan tanggungan pemerintah. Kami sangat bangga dengan hal itu,” kata Ali Wora dengan nada bangga.   
Antrian para penumpang, dalam menunggu penyeberangan feri dan speed boat mendatangkan rezeki tersendiri bagi Desa One Waara dan sekitarnya. Mereka memanfaatkan itu dengan menggelar sejumlah jualan untuk kebutuhan para penumpang.“Kami juga sekarang telah merintis sebuah pesantren. Sekolah yang berbasis agama itu memiliki jenjang pendidikan Taman-kanak, Madrasah Ibtidayah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Pesantren ini telah berjalan sekitar 6 tahun, dibuka sejak 8 Agustus 2003,” kata Pengasuh Pondok Pesantern Al Munawarah Desa One Waara, Ismail.
Alumni Pondok Moderen Gontor ini menuturkan pesantren yang diasuhnya sekarang telah memiliki 5 RKB, 6 RKB semi permanen dan 1 unit kantor. Ismail merinci, Jumlah siswa yang menimba ilmu di pesantern tersebut terdiri TK sebanyak 36 orang, MI memiliki siswa sebnayak 160 orang, MTs sebanyak 56 orang dan MA berjumlah 17 orang.
“Untuk sementara kami belum menginapkan para santri. Sebab belum ada asrama yang memadai untuk asrama santri. Ke depan kami akan membangun asrama santri sehingga para santri dapat lebih dibina dengan metode pesantern moderen. Lahan kami cukup tersedia. Sebab pesantern telah memiliki lahan sekitar 5 hektar,” kata Ismail.
Masyarakt One Waara cukup yakin dengan perkembangan pesantren tersebut. Sebab pengasuhnya, Ismail telah berpengalaman dalam memajukan pesantren. Bahkan, Ismail yang juga Kades One Waara merupakan salah seorang perintis dan yang memajukan Pesantren Syech Abdul Wahid di Bau-Bau, pernah membina Pesantren di Slahung, Ponorogo Jawa Timur. Disamping memiliki pesantren  di Desa One Waara terdapat gedung SD dan SMP.
Pelabuhan Rakyat Wamengkoli, Desa One Waara

Pemkab Buton melihat potensi yang dimiliki One Waara telah merencanakan akan membangun pelabuhan container. Pelabuhan tersebut sekarang sedang dalam tahap penyelesaian.
Selain itu One Waara juga memiliki pompa bensin. Sehingga para pengguna kendaraan yang melewati One Waara tidak akan kesulitan dalam memenuhi kebtuhan BBM kendaraan mereka.
Secara geografis Desa One Waara cukup strategis. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Wadiabero (Kecamatan Gu), Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Waara, Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Buton, Sebelah Barat bersebelahan dengan Desa Waara. Letaknya yang sangat strategis itu, menyebabkan sekitar 40 persen masyarakat One Waara menyandarkan hidupnya pada sektor kelautan dan perikanan. Hasilnya, sekitar 20 ton rumput laut berasal dari kandungan laut One Waara.
Desa One Waara memiliki potensi yang layak untuk pengembangan agar-agar. Tidaklah mengherankan tim peneliti dari Kemneterian Riset dan Teknologi, BPPT yang dikomandoi penelti senior BPPT, Prof. Jana T Anggadiredja menetapkan kawasan One Waara sebagai pusat penelitian agar-agar. Para peneliti memutuskan untuk membuat kebun bibit Rumput laut. Kebun bibit tersebut akan melayani pasokan kebutuhan bibit rumput laut bagi peani rumput laut kawasan Buton Raya.
“Perairan Desa One Waara memiliki zat-zat plankton yang cukup untuk zat pertumbuhan rumput laut. Arusnya juga bagus untuk budi daya tersebut, “kata Widastuti, ST salah seorang pendamping peneliti dari LSM Kalimajari, Bali Denpasar.
Menurut Jana, perairan one Waara cukup potensial untuk pengembangan bibit agar-agar. Pasalnya perairan ini cukup aman dari hantaman ombak di musim barat, apalagi musim timur. “Masyarakat One Waara juga cukup berpengalaman dalam budi daya. Mereka cukup dibekali dengan pemahaman tentang pembudidayaan rumput laut,” katanya.
Tidaklah mengherankan nelayan rumput laut di One Waara dapat menikmati hasil budidaya mereka. Nelayan-nelayan ini sanggup membangun rumah permanent dari hasil budi daya mereka.
Desa ini juga memiliki pantai yang menakjubkan. Orang-orang menyebutnya Pantai Bone Montete. Pasirnya cukup halus dan bersih. Letaknya yang dekat perkampungan serta hanya ditempuh 15 menit dari Kota Bau-Bau, membuat pantai ini ramai dikunjungi, terutama pada liburan sekolah. Tidak jarang pantai ini juga dijadikan sebagai tempat camping atau perkemahan pramuka bagi sekolah-sekolah yang ada di kawasan gulamas dan sekitarnya, termasuk sekolah-sekolah di Kota Bau-Bau.
Ismail, Kades One Waara juga mengungkapkan desa yang dipimpinnya dihuni sekitar 460 KK atau 2.000 jiwa. “Masyarakat di sini cukup majemuk. Sebagai pintu gerbang memasuki Buton Tengah, serta adanya pelabuhan-pelabuhan penyeberangan paling tidak cukup berpengaruh dengan pola pikir masyarakat Desa One Waara,” katanya.
Untuk itu dalam memimpin desa ini pihaknya selalu melakukan sesuatu dengan mengedepankan keterbukaan termasuk dalam pembangunan. “Saya selalu mengedepankan keterbukaan. Saya juga membuat semacam kebijakan yang tidak merugikan masyarakat. Para kepala Dusun termasuk sekretaris desa dan stafnya saya beri kepercayaan untuk mengurus kepentingan masyarakat. Saya tinggal mengatur saja. Ketika ada kepentingan dan kebijakan yang tidak bisa mereka tempuh, barulah saya ambil alih. Alhamdulilah selama saya memerintah belum ada komplain dari masyarakat. Staf desa dan BPD akrab-akrab saja,” kata Ismail sambil tersenyum seraya menambahkan One Waara memiliki 2 dusun yaknu Dusun One dan Lanpangura.
Kades yang dilantik 15 Januari 2007 ini menambahkan dengan kebijakan yang ditempuh Bupati Buton untuk menumbuhkan dan memajukan dunia pendidikan
Terminal pengisian bahan bakar di Desa One Waara
pihaknya terus berupaya untuk meyakinkan masyarakatnya tentang betapa pentingnya dunia pendidikan. “Di sini sudah ada beberapa lembaga pendidikan seperti TK, SD, SMP termasuk Ponpes yang memiliki jenjang pendidikan dari TK hingga MA,” katanya.
 Desa ini juga memiliki tempat wisata yang disebut Air Uwe Wa Ode. “Masyarakat disini masih mengkeramatkan tempat itu. Dan pemerintah Kabupaten Buton telah membuka akses jalan menuju air tersebut,” kata Saruji, warga desa One Waara.
One Waara hanyalah satu di antara ratusan desa yang ada di Kabupaten Buton. Desa ini terus bergeliat dalam urat nadi pembangunan Kabupaten Buton yang terus digalakkan Bupati Buton, Ir. H. LM. Sjafei Kahar. Bahkan oleh Bupati yang sering dijuluki Bapak pemekaran itu, memekarkan desa ini dari Desa Waara untuk terus meningkatkan kesejahteraan masyarakat One Waara, sebab mereka tidak lagi tergantung dari desa di sebelahnya sebagai desa induk. Begitulah.(alma)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar